Selasa, 01 Desember 2015

Jengkol Kalimantan

Jengkol, siapa sie yang tidak kenal jengkol? Mayoritas bangsa Indonesia kenal bahkan sampai ke manca negara. Makanan satu ini memang banyak sekali penggemarnya tapi banyak juga yang tidak suka. Bukan karena rasanya, tapi karena malas dengan dampak setelah memakannya.

Ya, jengkol memang memiliki ke khas-an, yaitu setelah kita memakannya pasti mulut kita bau dan jika kita buang air kecil juga bau ya tidak hilang-hilang, Harus disiram dengan air sebanyak-banyaknya.

Saya termasuk penggemar jengkol. Kalau sudah lihat jengkol, alamakkk.... langsung lapar dan ingin secara melahapnya. Apalagi jika jengkolnya di balado hmmmmm very yummy. Dan saya merasa beruntung sekali suka dengan jengkol, karena ternyata jengkol itu anti oksidannya tinggi dan bisa mencegah kanker. Kalau lagi musim jengkol memang benar-benar mencegah kanker alias kantong kering, menu murah meriah. Tapi jengkol pernah lho jadi makanan orang kaya, karena harganya melebihi harga daging. Pada saat itu, Terpaksa para penggemar jengkol harus puasa jengkol...hahaha.

Tapi memasak jengkol juga perlu keahlian, agar baunya bisa tidak terlalu mengganggu. Ada beberapa tips yang bisa kita dapat masing-masing sudah berdasarkan pengalaman mungkin juga sudah turunan dari moyangnya masing-masing.

Dikeluarga kami, untuk menghilangkan bau dari jengkol ketika direbus dicampur dengan daun pepaya, kulit bawang merah dan rempah-rempah. Kemudian setelah matang dikupas dari kulit arinya dan dicuci bersih. setelah itu dipukul-pukul biar agak empuk dan pulen. Baru dech jengkolnya diolah, mau direndang, balado semur atau lainnya. Ada juga yang cukup dimasak dengan kulit arinya sudah bisa mengurang bau si jengkol.


Ketika di Ngabang, Landak Kalimantan Barat, Saya menemukan warung yang ada menu jengkolnya. Walhasil, warung ini langsung merebut hati saya. Karena jengkolnya itu agak berbeda dengan jegkol yang biasa saya lihat dan makan di Jawa. Jengkol disini besar-besar dan jeli (apanya bahasanya kalau mendul-mendul gitu). Saya cobalah makan di warung ini dengan menu rendang jengkol, tumis pakis dan ikan.

Ternyata jengkol disini memang agak beda rasanya, lebih legit kalau saya bilang tapi teman saya bilang lebih pulen. Dan yang lebih mantaf lagi ketika buang air kecil juga tidak bau, mulut juga tidak bau. Kereennn kan.

Karena penasaran, esok malamnya saya ke Warung Nasi Pedas bu Atik lagi, selain untuk menikmati jengkol lagi yang pasti penasaran mau tanya bagaimana cara memasaknya sehingga tidak bau. Dapatlah saya tipsnya si ibu tukang masak bagaimana memasak jengkolnya... Mau tahu?? Rahasia achhh.....hahaha.

Jengkol Kalimantan memang dikenal, mungkin kenapa jengkol disini bisa besar-besar karena belum terlalu banyak orang Kalimantan yang suka dengan jengkol jadi si jengkol bisa benar-benar tua dan besar. Tidak seperti di Jawa, masih muda juga sudah dipetik untuk dilalap....hehehe. Dan yang membuat agak berbeda jengkol kalimantan dengan jengkol di daerah lainnya mungkin karena di kalimantan itu kandungan kalsium dalam tanahnya sedikit. Tapi itu baru asumsi saya lho, perlu penelitian khusus tapi bagi yang mau meneliti....hehehe...

Tapi sayangnya, saya belum bisa membuktikan jika jengkol Kalimantan itu berbeda. Karena saya belum bisa membawa jengkol mentah pulang ke Jawa. Jadi masih hoax. Next kedatangan ke Kalimantan saya akan bawa dan masak di rumah. Apa hasil dan rasanya akan sama? Kita lihat saja nanti......hehehe.

So, yang sedang ada di Kalimantan khususnya Landak, monggo coba jengkolnya. Tapi yang suka jengkol ya

See u on next travelling.

ad


Tidak ada komentar:

Posting Komentar